Vi!! terdengar suara parau kekasihku di ujung telpon itu,tak seperti biasanya dia menelponku dijam kerja seperti ini.
“Ayah sudah tak ada” isaknya diujung telepon itu”,seketika dadaku langsung menyempit,”Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun…jam berapa,darl?Kamu sekarag lagi dimana? yang kuat yah sayang” gumamku menyemangati kekasihku itu.Ingin rasaku berlari lari memeluk dan tenangkan kekasihku itu.
“Aku masih di Rumah sakit,vi.Aku bener-bener kehilangan dia,vi”
Suara kekasihku semakin parau dan hampir tak terdengar.Dia adalah anak yang sangat dekat sekali dengan orangtuanya terutama ayahnya itu.Ayahnya meninggal karena penyakit diabetes yang sudah meradang selama 5 tahun terakhir ini.
“Aku kerumah sakit sekarang juga,wait me darl,terus wiridan ya,tenangkan hatimu”
“Iya” jawabnya singkat lalu percakapan kami pun berakhir.
Aku rapikan kertas-kertas yang berserakan di meja kantorku,lalu aku pergi keluar ruang kerjaku.Aku emmnanti taxi,beruntungnya aku tak usah lama menunggu,aku dapatkan Taxi itu.
Hujan turun mengiringi kepergian Ayah kekasihku itu,di jalan aku teringat sosok ayah Darlome,yang sangat-sangat ramah,dan perhatian,memoriku membawaku ke awal pertemuanku dengan keluarga Darlome,malam tahun baru lalu.Aku sangat senang orangtua Darlome mau menerimaku,apalagi Ayahnya yang dalam hitungan menit langsung membuatku merasa sebagai anaknya,beliau selalu pandai membuat aku tertawa.Aku sudah menggap orangtua Darlome orangtuaku sendiri,ma’lumlah aku sudah lama tak rasakan kehangatan orang tua,aku sudah yatim piatu sejak umur 15 tahun.
Lamunanku pun terhenti saat taxi terhenti didepan Rumah Sakit,aku melihat kekasihku itu sedang berdiri bersender ditiang taman Rumah Sakit,rambutnya acak-acakan,kemejanya pun lusuh.Aku hampiri dia lalu kutatap mata sendunya itu,dan aku hanya bisa bilang,”Sabar,ya darl”.Darlome terdiam.Aku raih tangannya,”Tenang ya darl,kita do’akan saja semoga Ayah tenang bersama-Nya”.Tangis Darlome pun pecah.Sambil memelukku ,dia ungkapkan perasaanya yang sedang luka itu,”Aku sedih,vi,aku sedih.Aku gak percaya Ayah pergi secepat ini.Aku belum bisa buat dia bangga,vi”
Hatiku seperti disayat sembilu,aku mengerti sekali perasaan kekasihku itu.Aku genggam tangan Darlome,lalu kuajak dia masuk Ke Rumah Sakit.Disana aku menemui Mama Darlome yang sedang terisak-isak menangis,aku peluk mama Darlome,tanpa berkata sedikit apapun.
Tiba-Tiba mama menatap mataku dengan penuh harap “Vi,sepertinya untuk saat-saat ini mama akan membutuhkan Darlome disisi mama,mama harap kamu mengerti ya vi,kamu tidak keberatan kan?” air mataku pun meleleh,tanpa menjawab aku memeluk erat mama Darlome.
Aku,mama,dan Darlome memutuskan pulang kerumah untuk menyiapkan pengajian,dan pemakaman.Didalam mobil suasana sepi hanya ada isak tangis mama,yang masih memeluk tubuhku,aku lihat mata Darlome yang kosong tanpa arah.Mobil pun terhenti depan rumah keluarga Darlome,dirumah itu sudah banyak orang.Ketika kami masuk,tampak semua keluarga,dan kerabat Ayah Darlome sudah berkumpul,mereka memeluk mama Darlome untuk ucapkan bela sungkawa.Tidak lama kemudian ,aku putuskan untuk kebelakang membantu persiapan pengajian.
Tepat jam 1 siang,jenazah Ayah Darlome sampai ke Rumah.Keadaan begitu mengharukan ketika jenazah ayah Darlome ditempatkan diruang tamu.Darlome dan mamanya mendekati jenazah orang yang sangat mereka cintai itu,dan tak lama kemudian tangis mereka pecah kembali,aku pun menangis dipojokan melihat kesedihan mereka.Acara pengajianpun dimulai terdengar lantunan surat Yasin diiringi isak tangis mama Darlome,aku mengaji dan panjaatkan do’a untuk beliau.Setelah pengajian selesai,aku tak langsung hampiri Darlome,aku pergi ke ruang belakang untuk mengambil minum.
Aku jadi teringat kembali ketika Aku dan Darlome sedang bertengkar,Ayah Darlome menelponku “Vi,sepulang kantor temani Om jalan-jalan ya” aku pun menyanggupi “Baik,Om”.Kita bertemu ditaman kota,disitu aku menemani Ayah Darlome mengelilingi Taman Kota,”Vi,kamu sayang sama Darlome?”tanyanya penuh harap.”Om ko nanya begitu.Ya jelaslah ,Vivi sayang banget sama Darlome,meskipun….” omonganku belum selesai,tapi sepertinya beliau sudah mengetahui masalah hubungan kami “Vi,maafkan Darlome ya,dia memang begitu,selalu bertindak seperti anak kecil,ma’lum dia kan anak tunggal,om yakin kamu pasti bisa buat dia dewasa” matanya berkaca-kaca,aku pun terharu.”iya om” jawabku singkat.Setelah percakapan sore itu,aku pun sering mengingat pesan Ayah Darlome ketika aku kesal dengan semua tingkah Darlome yang bisa membuatku emosi.
“Non Vivi,mau ikut ke pemakaman ndak?” Suara si mbok yang membuyarkan lamunanku.Aku beranjak lalu aku pun pergi mengiringi jenazah Ayah Darlome ke pemakaman,aku melihat Darlome memanggul jenazah Ayahnya sambil istighfar dan berderai air mata,aku berjalan disamping Mama Darlome,sambil memegang erat pundaknya.
Tiba di pemakaman ,kembali aku melihat betapa terpukulnya Mama dan Darlome,Saat jenazah diturunkan Mama memegang erat tanganku ,tabur bunga pun diiringi isak tangis,hatiku berdo’a,semoga Ayah tenang dialam sana,Semoga Allah mengabulkan.Amin.Terimakasih untuk Beliau yang sudah memberikanku kepercayaan untuk menemani Darlome.
Dan aku berharap,Darlome dan mama bisa kuat menghadapi cobaan ini.Adzan Maghrib pun terdengar kami kembali menuju rumah,meninggalkan makam Ayah.Aku genggam erat tangan Mama dan Darlome,selamat jalan Ayah “gumam Darlome pelan”
0 komentar:
Posting Komentar